#18 Penjelasan Alasan dibolehkannya Ghibah dan Kafarat Ghibah
Perilaku dibolehkannya Ghibah
Ketahuilah, bahwa ada alasan (uzur) dalam menyebutkan keburukan orang lain. Hal tersebut karena ada tujuan yang dibenarkan dalam syari'at. Dan permasalahan itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Alasan-alasan tersebut mengganti dosa ghibah (tiada dosa - ed.).a. Mengadukan (mengeluhkan) kezaliman orang lain.
Bahwasanya, orang yang dizalimi hendaknya
- menyebutkan kezaliman orang yang menzaliminya,
- kepada seseorang yang bisa mengembalikan haknya.
b. Meminta bantuan dalam mengubah kemungkaran
Dan, mengembalikan orang yang berbuat kejelekan kepada jalan kebaikan.
c. Meminta fatwa
Misalnya, seseorang berkata kepada mufti (pemberi fatwa),
- "Fulan telah menzalimi saya," atau, "telah mengambil hak saya." Lalu ia melanjutkan, "Bagaimana cara saya menyelamatkan diri?"_
- Diperbolehkan menyebutkan (nama - ed.) orang yang berbuat zalim.
- Namun, yang lebih utama menyamarkannya, yaitu dengan ia berkata, "Apa pendapat Anda tentang seseorang yang dizalimi oleh ayahnya?" atau, "saudaranya?" atau semisalnya.
Dalil tentang bolehnya menyebutkan (nama - ed.) seseorang adalah hadits Hindun bintu 'Utbah radhiyallahu 'anha, ketika ia mengatakan, "Sesungguhnya Abu Sufyan adalah lelaki yang pelit." Dan ucapan ini tidak diingkari oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
d. Memperingatkan kaum muslimin
Sebagai contoh;
- Engkau melihat seorang pencari ilmu bergaul (bersepakat) dengan ahlul bid'ah atau orang ¹fasik. Dan, engkau khawatir dia terpengaruh, maka engkau,
> boleh mengungkapkan (menjelaskan) hakikat keadaan ahlul bid'ah atau orang fasik tersebut kepadanya.
- Demikian pula, jika engkau mengetahui budakmu suka mencuri dan melakukan kefasikan.
> Maka, sebutkan yang demikian itu kepada orang yang membelinya.
- Demikian pula, orang yang diminta pertimbangan (konselor - penasehat - ed.) ketika seseorang akan menikah atau orang tersebut dititipi amanah bolehnya menjelaskan apa yang diketahui tentang sang calon yang akan dinikahi.
> Orang tersebut hendaknya menyebutkan apa yang ia ketahui dengan maksud menasehati dalam proses nikah tersebut,> bukan untuk menjatuhkan kehormatan yang akan menikah.> Yaitu, ketika ia mengetahui orang tersebut hanya bisa diberitahu dengan penjelasan secara terus terang.
e. Menyebutkan (mengetahui) seseorang dengan julukan tertentu.
Misalkan, seseorang yang dikenal dengan julukan al-A'raj (si Pincang), atau al-A'masy (si Rabun). Tidak ada dosa bagi orang yang menyebutkannya. Namun, jika bisa disebut dengan cara lain, itu lebih utama.
f. Menyebutkan orang yang terang-terangan dengan kefasikannya di hadapan manusia, dan tidak malu (berpura-pura tidak tahu bahwa itu memalukan - ed.)
Maka, tak ada dosa bagi yang menyebutkannya.
Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau telah bersabda,
"Barang siapa menanggalkan tabir rasa malu, maka tak ada ghibah baginya."
Hadits dhaif jiddan: didhaifkan al-Albani dari jalan رواد bin al-Jarah Abu Ashim al-Asqalani: ثنا أبو سعد الساعدى dari Anas marfu', dan al-Baihaqi telah berkata: ((ليس بالقوى)) dan lihat adh- Dhaifah (585).
Al-Hasan pernah ditanya,
"Orang fajir (berbuat dosa), dan terang-terangan (legal - ed.) dengan kefajirannya, menyebutkannya, apakah termasuk ghibah?"
Beliau menjawab, "Tidak, tidak ada kemuliaan (bagi orang tersebut)."
Kafarat (tebusan) Ghibah
Ketahuilah, bahwasanya pelaku ghibah telah menuai dua kejahatan:1. Kejahatan terhadap hak Allah, karena ia telah melanggar larangan-Nya.
- Maka, kafaratnya adalah taubat dan menyesal.
2. Kejahatan terhadap kehormatan makhluq,
- dan jika ghibah tersebut tersampaikan kepada orang yang dighibahi, maka hendaknya yang mengghibahi mendatangi orang yang dighibahi, dan minta keridhaannya. Serta menampakkan kepadanya penyesalan terhadap apa yang telah dilakukannya.
Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah - radhiyallahu anhu - , dari Nabi - shallallahu 'alaihi wa sallam - bahwasannya beliau telah bersabda,
"Barang siapa pernah menzalimi saudaranya, baik dalam hal harta maupun kehormatannya, hendaknya ia mendatangi orang tersebut dan meminta kerelaannya, sebelum diambil pembalasan darinya ketika ia tak memiliki dirham maupun dinar. Jika ada padanya kebaikan-kebaikan, maka kebaikan-kebaikannya itu diberikan kepada orang yang ia zalimi. Jika ia tak punya kebaikan-kebaikan, maka kejelekan-kejelekan orang yang dizalimi diambil dan dilemparkan kepadanya."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh al-Bukhari (6534) الرقاق, dan Ahmad (10195) dari Abu Hurairah.
- Namun, jika ghibah tersebut belum (tidak) tersampaikan kepada orang dighibahinya, maka si pelaku ghibah tidak perlu meminta keridhaannya. Hal ini, agar yang bersangkutan tak mengetahui bahwa ia telah dighibahi, jika ia mengetahui tentulah terbakar kalbunya.
- Sebagai ganti, keridhaannya (ia tak perlu meminta keridhaannya) adalah hendaknya pelaku ghibah meminta ampun (kepada Allah ta'ala - ed.) untuknya.
Telah disebutkan di dalam hadits,
"Kafarat (tebusan) bagi orang yang engkau ghibahi adalah engkau memintakan ampunan untuknya."
Hadits dhaif: didhaifkan oleh al-Albani di dalam adh-Dhaifah (1519), dan berkata: ((ضعيف روى عن أنس من طرق)).
Dan, Mujahid telah berkata, "Kafarat engkau atas memakan daging saudaramu adalah hendaknya memujinya dan mendoakan kebaikan baginya."
Demikian pula ketika orang yang dighibahi telah wafat.
Bibliografi
- Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
- Buku terjemahan - Mukhtashar Minhajul Qashidin - At-Tuqa
- Kajian Islam Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Ustadz Qomar ZA, Lc - Masjid Umar Ibnul Khaththab, Ponpes Darul Atsar, Kedu, Temanggung
***
Posting Komentar untuk "#18 Penjelasan Alasan dibolehkannya Ghibah dan Kafarat Ghibah"
Posting Komentar