#15 Bencana-bencana Lisan (ucapan)
1. Ucapan perkataan yang tidak bermanfaat
Ketahuilah, bahwa barang siapa yang telah mengetahui- betapa berharganya waktunya,
- dan waktu adalah harta utamanya,
- ia tidak akan menghabiskannya kecuali di dalamnya ada faedah (bermanfaat).
Dan, dengan pengetahuan itu, maka dibutuhkan untuk
- menahan lisannya dari yang tak bermanfaat.
- Sebab, jika ia meninggalkan dzikrullah (mengingat Allah ta'ala),
- dan tersibukkan dengan hal yang tak bermafaat, itu ibarat orang yang mampu menggapai permata, tetapi malah mengambil sebongkah tanah liat.
- Dan, inilah kerugian pada umurnya.
Dan, di dalam hadits shahih, sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wasallam telah bersabda,
"Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (2317), dan Ibnu Majah (3976), dari jalan az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Dan berkata Abi Isa: ((hadits gharib, kami tidak mengetahuinya dari hadits Abu Salamah dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam kecuali dari arah ini)), dan dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (2318) dari jalan Malik bin Anas dari az-Zuhri, dari Ali bin Husain dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dan Abu Isa telah berkata: ((Demikianlah telah diriwayatkan oleh lebih dari satu orang diantara murid-muridnya Az Zuhri, dari Ali bin Husain dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam semisal hadits Malik dalam keadaan "mursal", dan di sisi kami lebih shahih dari pada hadits Abu Salamah dari Abu Hurairah, dan Ali bin Husain tidak berjumpa /tidak menjumpai /tidak bertemu Ali bin Abu Thalib)). Dan lihat penshahihan al-Albani pada Shahih at-Tirmidzi.
Luqman al-Hakim pernah ditanya, "Sampai mana hikmah yang engkau miliki?"
Beliau menjawab, "Aku tidak bertanya tentang hal yang aku telah tercukupi darinya, dan aku tidak mengucapkan hal yang tak bermanfaat bagiku."
Diriwayatkan bahwa Luqman pernah menemui Nabi Daud alaihi as-Sallam dan beliau dalam keadaan sedang membuat sepotong baju besi. Maka, hal itu membuat Luqman kagum dengan apa yang ia lihat. Dan, ia ingin untuk menanyakannya yang demikian itu. Namun, hikmah yang dimiliki Luqman mencegah, dan ia memilih menunggu (diam).
Kemudian, Daud alaihi as-Sallam telah selesai dari pekerjaannya, lalu ia berdiri dan memakai baju besi tersebut, dan berkata, "Iya, ini baju besi untuk perang."
Maka Luqman berkata, "Diam itu bijak, tetapi sedikit sekali yang mau melakukannya."
2. Larut dalam kebatilan, yaitu membicarakan kemaksiatan, seperti menyebutkan berbagai acara (momen) minum minuman keras, dan tempat-tempat kefasikan
Macam-macam kebatilan itu banyak.
Dan, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwasannya beliau telah bersabda,
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan perkataan yang menyebabkan dirinya terjatuh ke dalam Neraka lebih jauh dari pada jarak antara Timur dan Barat."
Dan, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwasannya beliau telah bersabda,
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan perkataan yang menyebabkan dirinya terjatuh ke dalam Neraka lebih jauh dari pada jarak antara Timur dan Barat."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh al-Bukhari (6478) الرقاق , dan Muslim (2988) الزهد و الرقاىٔق.
Dan, yang serupa dengan itu adalah
- debat kusir
- dan adu pendapat.
- Yaitu banyak (sering) membantah seseorang untuk menjelaskan kesalahannya dan membungkam lawan debatnya.
- Yang membuat itu semua adalah sikap merasa tinggi.
Sepantasnyalah bagi insan untuk mengingkari ucapan yang mungkar, dan menjelaskan yang benar.
- Jika itu diterima, itulah yang diharapkan (diinginkan),
- tetapi jika tidak, tinggalkan berdebat. Hal tersebut jika terkait urusan agama.
Pun, jika itu terkait masalah dunia, tak ada celah untuk berdebat. Obat pada bencana ini adalah menghancurkan rasa sombong yang membuat seseorang menampakkan keutamaan (kelebihan) nya.
Ketahuilah, bahwa yang lebih parah dari pada perdebatan adalah pertikaian. Karena pertikaian lebih dari sekedar perdebatan.
Dan, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, sesungguhnya beliau telah bersabda,
"Laki-laki (orang) yang paling dimurkai oleh Allah adalah yang paling keras bertikai."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh al-Bukhari (2457) المظالم و الغصب , dan Muslim (2668) العلم
Pertikaian yang kami maksudkan di sini adalah pertikaian dalam kebatilan atau pertikaian tanpa landasan ilmu.
Maka, barang siapa berada di pihak yang benar,
- yang lebih utama baginya untuk meninggalkan pertikaian sebisa mungkin.
- Sebab, pertikaian akan memanaskan dada, mengobarkan amarah, mewariskan kebencian dan menjadikan seseorang senang (menikmati) menjatuhkan kehormatan lawan pertikaiannya.
3. Berlebih-lebihan dalam berbicara, yaitu dengan memfasih-fasihkan ucapan dan memaksakan diri untuk menyusun kalimat-kalimat indah
Dari Abu Tsa'labah telah berkata, Rasulullah Shallahu alaihi wasallam telah bersabda,"Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan yang paling jauh dari ku pada hari kiamat nanti di antara kalian adalah orang-orang yang paling jelek akhlaqnya, yaitu orang yang banyak cakap, orang yang berbicara dengan memfasih-fasihkan ucapan, dan orang yang berbicara karena sombong."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh Ahmad (17278), dan Ibnu Hibban (1917 - 1918) ((موارد)), dan dishahihkan oleh al-Albani dari Abu Tsa'labah الخشني dan pada bab dari Jabir, dan lihat Shahih al-Jami' (1535) dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (2018) البر و الصلة, dan dihasankan oleh al-Albani.
Namun, ada yang tak termasuk memperindah kalimat yang dibenci, yaitu pemilihan kata-kata (diksi - ed.) oleh seorang khatib atau pemberi peringatan, selama tidak berlebih-lebihan. Sebab tujuan utamanya adalah menggerakkan hati (kalbu), membangkitkan kerinduan (kepada akhirat), memperbagus ucapan, dan yang semisalnya.
4. Berkata kotor, keji (porno - cabul), dan mencaci maki, dan semisalnya
Semua itu tercela dan terlarang, asalnya adalah keburukan dan kehinaan (kekejian).Dalam suatu hadits,
"Jauhilah kekejian, sesungguhnya Allah tidak menyukai perbuatan keji dan perkataan keji."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh Ahmad (6451), dari Syu'bah, dari Amr bin Muroh dari Abdullah bin al-Harits dari Abu Katsir dari Abdullah bin Amr bin al-Ash dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dan diriwayatkannya oleh dan darinya أورده المنذرى di dalam at-Targhib wat-Tarhib, dan dishahihkan al-Albani padanya (2603) و عزاه المنذرى لابن حبان في صحيحه, dan al-Hakim, dan al-Hakim telah berkata: sanadnya shahih.
Dan, Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah bersabda,
"Surga (al-Jannah) diharamkan atas setiap orang yang berkata keji untuk memasukinya."
Hadits dhaif: lihat Dhaif al-Jami' oleh al-Albani
Dan, di dalam hadits lain,
"Bukanlah orang beriman yang suka mencela, dan melaknat, dan berbuat keji dan cabul."
"Bukanlah orang beriman yang suka mencela, dan melaknat, dan berbuat keji dan cabul."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh Ahmad (3829), dan at-Tirmidzi (1977), dari Abdullah bin Mas'ud, dan dishahihkan oleh al-Albani, dan lihat ash-Shahihah (320).
Dan, ketahuilah sesungguhnya keji dan cabul disini maksudnya adalah
mengungkapkan hal yang jelek dengan ungkapan-ungkapan yang terang-terangan, yang mayoritasnya yang demikian itu dengan lafal-lafal seputar masalah jima' (hubungan badan suami-istri) dan hal-hal yang terkait dengannya.
Maka, bahwasanya
- orang-orang yang baik menghindari dengan ungkapan-ungkapan seperti itu
- dan mengarahkan hal-hal tersebut (masalah jima' - ed.) dengan simbol-simbol (kiasan)
- dan menyebutkannya dengan kiasan-kiasan tersebut dan yang terkait dengannya.
Dan, termasuk bencana-bencana ucapan keji dan cabul ini adalah nyanyian. Dan telah lewat pembahasan masalah ini.
5. Bercanda
Canda yang ringan tidaklah dilarang selama benar (tidak mengandung kedustaan).
Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasallam pernah bercanda, dan tak berkata (bercanda) kecuali di atas kebenaran. Bahwa, beliau pernah berkata kepada seorang lelaki,
"Wahai pemilik dua telinga!"
Hadits shahih: dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (1992) البر و الصلة dan Abu Dawud (5002) dan Ahmad (11754), dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi.
Dan, beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda kepada lelaki lainnya,
"Sesungguhnya kami akan membawamu di atas anak unta."
Hadits shahih: dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (1991) البر و الصلة dan Abu Dawud (4998) al-Adab, dan Abu Isa telah berkata: ((hasan shahih gharib)) dan dishahihkan oleh al-Albani.
Beliau shalallahu alaihi wasallam pernah berkata juga kepada seorang wanita tua,
"Sesungguhnya wanita tua tidak akan masuk ke Syurga (al-Jannah)." Kemudian beliau membaca firman Allah,
"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) secara langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan." (al-Waqi'ah: 35-36)
Hadits shahih: dishahihkan oleh al-Albani, dan lihat takhrij di ((al-Shahihah)) (2987).
Dan, beliau shalallahu alaihi wasallam pernah bertanya kepada wanita tua lainnya,
"Apakah suamimu itu lelaki yang ada warna putih di matanya?"
Lihat ((المغنى عن حمل الأسفار))
Telah sepakat, canda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memenuhi 3 unsur:
1.Benar dan jujur.2. Ditujukan kepada para wanita dan anak-anak, dan kepada pria yang lemah yang butuh dididik dengan adab.3. Sangat jarang beliau lakukan.
Maka,
tak sepantasnya untuk selalu ingin bercanda terus-menerus,
dengan berdalih canda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab,
hukum sesuatu yang sangat jarang dilakukan tidak berarti hukum sesuatu yang terus menerus dilakukan.
Maka, jika ada orang-orang di rumah menonton permainan orang-orang Habasyah, siang dan malam, dengan dalih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk Aisyah radhiallahu 'anha dan mengizinkannya untuk menonton permainan orang-orang Habasyah, tentu dalih tersebut salah. Sebab beliau sangat jarang melakukan yang demikian.
Oleh karena itu,
- berlebihan dalam bercanda dan terus-menerus melakukannya adalah terlarang,
- sebab hal tersebut akan menjatuhkan harga diri (kewibawaan)
- dan memunculkan dendam dan kebencian.
Adapun kepada anak-anak kecil itu diperbolehkan dilakukan oleh yang besar, jika terdesak.
Bercanda yang ringan, seperti yang sudah disebutkan dan telah dicontohkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di dalamnya terkandung kegembiraan dan kebaikan jiwa.
6. Mengejek dan mengolok-olok
Makna mengejek adalah- menghina
- dan meremehkan orang lain,
- dan menyebutkan aib-aib dan kekurangan-kekurangan
- dengan tujuan menertawakannya.
Terkadang, yang demikian itu dilakukan:
✓ dengan menirukan dalam ucapan dan perbuatan.✓ dengan isyarat dan gerakan tanpa suara (pantomim - ed.).
Semua yang demikian itu terlarang secara syari'at. Larangan tersebut ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah.
7. Membeberkan rahasia, ingkar janji, dan berdusta dalam ucapan dan sumpah
Semua yang demikian itu terlarang. Akan tetapi ada keringanan pada dusta, yaitu
✓ dusta kepada istri (untuk menyenangkan hatinya).✓ Dusta (sebagai taktik) dalam peperangan.
Yang demikian itu diperbolehkan. Ketentuannya (2 dusta itu - ed.) adalah, bila segala tujuan terpuji hanya bisa tercapai dengan dusta, dengan rincian:
✓ jika tujuan terpuji tersebut hukumnya mubah, maka dustanya hukumnya mubah (boleh).✓ jika tujuan terpuji tersebut hukumnya wajib, maka dustanyapun hukumnya wajib.
Namun, sepantasnya seseorang semampu mungkin untuk menghindari dusta.
Dan, diperbolehkan melakukan "al-ma'aridh" (menyembunyikan sesuatu dan mengatakannya secara tidak terang-terangan - ed.).
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Sesungguhnya di dalam al-ma'aridh terdapat kelapangan bagi seorang yang terpaksa berdusta."
Hadits dinyatakan dha'if dalam adh-Dha'ifah no. 1094 dan yang benar adalah mauquf pada sahabat Imran bin Husain radhiyallahu 'anhu. Lihat Shahih al-Adabul Mufrad (339), - ed.
Akan tetapi,
- al-ma'aridh boleh dilakukan ketika memang dibutuhkan padanya.
- Adapun, tanpa adanya kebutuhan, hukumnya makruh, karena menyerupai dusta.
Di antara peristiwa al-ma'aridh, yaitu yang kami riwayatkan dari Abdullah bin Rawahah radhiyallahu 'anhu, bahwa;
Sesungguhnya ia menggauli budak wanitanya. Lalu, istrinya telah mengetahui. Kemudian dengan segera istrinya mengambil pisau, dan mendatangi ke tempat sang suami, dan didapati suaminya telah "selesai" dari budaknya.
Maka, istrinya bertanya, "Apakah engkau telah melakukan terhadapnya?"Lalu, Abdullah bin Rawahah menjawab, "Aku tidak melakukan apa-apa!""Bacalah Al-Qur'an atau akan aku robek engkau dengan pisau ini!" ancam sang istri.
Maka, beliau radhiyallahu 'anhu membaca,
"Di sisi kami ada Rasulullah yang membacakan kitab-Nya.Saat itulah kebaikan terbelah dari fajar dengan memancarkan cahayanyaBeliau lalui malam dengan lambung jauh dari ranjangnyaKetika orang-orang kafir lebih suka di pembaringan merekaBeliau perlihatkan petunjuk kepada kami setelah kami butaMaka hati kami yakin karenanya bahwa sabda beliau pasti 'kan terjadi"
Maka sang istri berkata, "Aku beriman kepada Allah, dan mendustakan penglihatanku."
Dahulu, jika an-Nakha'i dicari-cari oleh orang-orang, ia berkata kepada budaknya, "Katakan kepada mereka, 'Carilah dia di masjid' "
Berikutnya, kita akan memasuki " Bencana Lisan ke 8 yaitu: Ghibah".
***
Bibliografi
- Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
- Buku terjemahan - Mukhtashar Minhajul Qashidin - At-Tuqa
- Kajian Islam Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Ustadz Qomar ZA, Lc - Masjid Umar Ibnul Khaththab, Ponpes Darul Atsar, Kedu, Temanggung
***
Posting Komentar untuk "#15 Bencana-bencana Lisan (ucapan)"
Posting Komentar