Widget HTML #1

#2 Berdiri - Ringkasan Sifat Shalat Nabi

6. Wajib atasnya untuk dalam keadaan berdiri. Dan, ia (yang demikian - ibman) itu adalah rukun kecuali atas:

Orang yang shalat Khauf, dan dalam suasana peperangan yang sengit, maka boleh baginya untuk shalat sambil berkendaraan (di atas atau duduk di kendaraan - ibman).

✓ Dan, juga bagi orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia boleh shalat sambil duduk jika mampu. Kalau ia tidak mampu, maka silakan berbaring.

✓ Dan juga, bagi orang yang shalat nafilah (sunnat), dia boleh shalat sambil berkendaraan (di atas kendaraan - ibman) atau duduk jika ia mau

         Dia ruku' dan sujud dengan berisyarat. Dengan menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya.

7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk untuk meletakkan sesuatu di atas lantai suatu benda yang tinggi yang dia sujud di atasnya. 

          Namun, hendaknya ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya seperti yang telah kita sebutkan tadi (di atas - ibman). (Maksudnya - ibman) bila dia tidak mampu langsung menyentuh bumi dengan keningnya.

Shalat di perahu dan pesawat terbang

8. Boleh shalat nafilah di perahu, demikian juga di pesawat terbang.

9. Dia (orang yang shalat - ibman) silakan shalat pada keduanya (perahu dan pesawat terbang) sambil duduk, bila ia khawatir kalau-kalau dirinya akan jatuh.

10. Boleh dia bersandar kepada tiang atau tongkat ketika berdiri karena tua umurnya atau karena karena tubuhnya lemah.

Menggabungkan antara Berdiri dan Duduk

11. Boleh shalat malam sambil
berdiri, atau 
duduk tanpa udzur dan
menggabungkan antara keduanya (berdiri dan duduk)

          Yaitu, dengan ia shalat dan
  • membaca bacaan sambil duduk, (dan ketika bacaan tinggal sedikit) kemudian ia berdiri menjelang ruku dan melanjutkan sisa bacaannya sambil berdiri kemudian,
  • ruku' dan sujud, (dan seterusnya), kemudian 
  • ia lakukan seperti itu di rakaat ke dua.

12. Bila ia shalat sambil duduk, maka duduknya dengan bersila atau duduk apa saja yang membuat ia tenang.

Shalat sambil mengenakan alas kaki

13. Boleh dia (seseorang - ibman) berdiri tanpa mengenakan alas kaki, sebagaimana boleh baginya shalat sambil mengenakan alas kaki.

14. Yang paling baik, kadang-kadang shalat seperti ini (tanpa alas kaki - ibman), dan kadang-kadang demikian (mengenakan alas kaki - ibman), menurut keadaan yang gampang baginya. Maka jangan dia memberat-beratkan dirinya dengan memakainya untuk shalat dan (atau - ibman) melepaskannya. Kalau dia dalam keadaan tanpa alas kaki, maka shalatnya dengan keadaan demikian. Kalau ia sedang mengenakan alas kaki, maka shalatlah sambil mengenakannya, kecuali kalau ada faktor lain.

15. Bila ia melepas keduanya (kedua alas kaki - ibman), maka janganlah meletakkannya di sebelah kanannya, tetapi letakkan di sebelah kirinya. Itu bila di sebelah kirinya tidak ada orang yang sedang shalat. Jika tidak, maka letakanlah di antara dua kakinya. Perbuatan itu telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam. Dan, itu shahih dari beliau.*)

*) Saya - al-Albani - katakan, bahwa dalam keterangan tadi berisi isyarat yang halus agar jangan meletakkan alas kakinya di hadapannya. Adab seperti ini, banyak dilalaikan oleh kebanyakan orang yang shalat. Maka kita melihat (seakan-akan - pent) mereka shalat menghadap sandal-sandal mereka.

Shalat di atas Mimbar

16. Imam boleh shalat di atas tempat yang lebih tinggi, seperti mimbar, untuk mengajari cara shalat kepada manusia. 
  • Yaitu dengan ia berdiri di atasnya, kemudian bertakbir, membaca dan ruku' dalam keadaan masih di atasnya.
  • Kemudian dia turun dengan mundur ke belakang, hingga dia merasa layak untuk sujud di atas tanah di dasar mimbar.

  • Kemudian, dia kembali ke mimbar lagi. Dan melakukan pada raka'at berikutnya sebagaimana yang dia telah lakukan tadi.

Wajib shalat menghadap sutrah (pembatas) dan mendekat kepadanya

17. Wajib shalat menghadap sutrah. Tidak ada bedanya dalam hal itu, 
✓ di masjid atau di tempat lain. Dan, 
✓ antara orang dewasa dan anak kecil.

          Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
لَا تُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَ لَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنُ
"Jangan engkau shalat kecuali menghadap ke sutrah dan jangan biarkan seorangpun lewat di hadapanmu. Kalau ia enggan (dicegah - pent), maka perangilah, sebab bersamanya ada qarin (setan)."


18. Dia wajib mendekat kepadanya (sutrah). Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.

 19. Jarak antara tempat sujud (tempat meletakkan kening di lantai - pent) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dinding yang dia mengarah kepadanya dalam shalat adalah seukuran bisa lewatnya seekor kambing. Siapa yang melakukan hal itu, berarti dia telah melaksanakan jarak mendekat yang wajib dia lakukan.*)

*) Saya - al-Albani - katakan, "Dari perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu, kita bisa mengetahui hukum, bahwa apa yang dilakukan kebanyakan orang di setiap masjid, yang saya lihat di Suria dan selainnya, yaitu mereka shalat di tengah-tengah masjid yang itu jauh dari dinding atau tiang. Ini tidak lain karena lalai dari perbuatan dan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."


Ukuran tinggi sutrah

20. Sutrah wajib lebih tinggi dari bumi sekitar sejengkal atau dua jengkal. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 
إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الْرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ وَلا يُبَالِي مَنْ وَرَاءَ ذَالِكَ
"Bila salah seorang dari kalian meletakkan di hadapannya seperti mu'khirah (ganjal) *) kendaraan, maka hendaknya ia shalat dan jangan pedulikan orang yang lewat dibaliknya."

*) Mu'khirah: tongkat yang diletakkan di belakang kendaraan. Sedangkan rahl adalah sekedup atau pelana atau tempat duduk dari kayu yang dipasang di punggung unta (https://kbbi.web.id/sekedup) atau pelana bagi kuda.

          Dalam hadits ini, berisi isyarat bahwa garis-garis (shaf - pent) yang digariskan di lantai tidak layak (cukup)  (sebagai sutrah - ibman). Dan, hadits yang meriwayatkan tentangnya (garis yang digunakan untuk sutrah - ibman) adalah lemah.


21. Menghadap ke arah sutrah secara langsung, karena itu yang tampak dari perintah untuk shalat menghadap sutrah. Adapun berpindah darinya (dari sutrah - ibman) ke kanan atau ke kiri yang berarti tidak menghadap ketengah-tengahnya, maka itu tidak tsabit (kokoh) - (dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam - pent).

22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke bumi atau yang sepertinya, ke pohon, tiang, atau ke arah istrinya yang berbaring di atas tempat tidur dan berselimut dan juga kepada binatang ternak, walaupun onta.

Haram shalat menghadap kuburan

23. Tidak boleh shalat (menghadap - ibman) ke kuburan secara mutlak, walaupun itu kuburan para Nabi atau yang lainnya.


Haram lewat di hadapan orang yang shalat, walaupun di Masjidil Haram

24. Tidak boleh lewat di hadapan orang yang shalat, kalau di hadapan orang itu ada sutrah (pembatas). Tidak ada beda dalam hal ini, apakah di Masjidil Haram atau masjid-masjid yang lain. Semua sama dalam ketidakbolehannya, karena keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
"لَوْ يَعْلَمُ الْمَرُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسِيْرَ بَيْنَ يَدَيْهٍ"
"Kalaulah seseorang yang lewat di hadapan orang yang shalat itu tahu dosa apa yang akan ia tanggung, niscaya berdiri 40 lebih baik baginya daripada dia melewatiya."
 
         Yakni melewati antara, tempat sujud orang itu dengan sutrahnya *).

*) Adapun hadits yang menceritakan shalatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di tempat thawaf tanpa sutrah dan orang-orang melewatinya, maka itu tidak shahih. Dan, padahal di situ tak ada padanya keterangan bahwa lewat itu antaranya (antara Nabi - ibman) dengan tempat sujudnya.


Orang yang shalat wajib mencegah orang yang akan lewat di hadapannya, walaupun di Masjidil Haram

25. Orang yang shalat menghadap sutrah tidak boleh membiarkan seorang pun lewat di hadapannya, berdasarkan hadits yang telah lalu:

... وَ لَا تَدَعْ أَحَدَاً يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ ...

"... dan jangan biarkan seorangpun lewat di hadapanmu ..."


          Dan, beliau shalallahu alaihi wasallam, bersabda,

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُـمْ إِلَى شَيْىٍٔ يَسْتُرُهُ مِنَ الْنَّاسِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ فِي نَحْرِهِ وَلْيَدْرَأْ مَا اسْتَطَاعَ (وَفِي رِوَايَةٍ: فَليَمْنَعْهُ مَرَّتَيْنِ) فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ

"Bila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sebagai pembatas (sutrah) antara dia dengan manusia, maka jika ada orang yang ingin lewat di hadapannya, maka tolaklah ia (yang lewat) ke belakangnya dan hendaklah ia mencegah semampunya (dalam riwayat lain: maka cegahlah dua kali). Maka jika ia tak mau (enggan), perangilah ia, sebab yang bersama orang itu adalah setan."


Berjalan ke depan untuk mencegah orang lewat

26. Dia boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang tidak mukallaf, seperti binatang ternak atau anak-anak, untuk lewat. Sehingga mereka bisa lewat dari belakangnya (yang shalat).

Perkara-perkara yang bisa membatalkan shalat

27. Sesungguhnya yang paling penting dari sutrah di dalam shalat adalah untuk menghalangi antara orang yang shalat menghadapnya (menghadap sutrah - ibman) dengan lewatnya orang lain di hadapannya, sehingga rusak shalatnya. 

          Berbeda jika ia tidak menggunakannya (sutrah - ibman). Shalat orang itu bisa rusak dengan lewatnya:
wanita yang baligh, demikian juga
keledai dan
 anjing hitam.

Sumber:
Buku terjemahan - Talkhishu Shifati Shalati an-Nabiyyi Shallallahu alaihi wasallam - Muhammad Nashiruddin al-Albani

Ringkasan Sifat Shalat Nabi
Belajar dengan Menulis Saban Hari

***

WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis


Posting Komentar untuk "#2 Berdiri - Ringkasan Sifat Shalat Nabi"

Menjadi Terampil Menulis
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Nahwu
Mutammimah

Bahasa Arab
Sharaf
Kitabut Tashrif

Menulis Cerita Lanjutan

Biografi Inspiratif

Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya,
mudah, sedikit demi sedikit,
dan
saban hari.